Jakarta,CakraPers.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan delapan pejabat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Total uang suap yang diduga diterima mencapai Rp 53 miliar.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, para tersangka berasal dari berbagai level jabatan, mulai dari Direktur Jenderal hingga analis dan petugas hotline pelayanan. Pemerasan ini diduga terjadi secara sistematis sejak tahun 2019 hingga 2023, dengan modus menahan atau mempersulit pengurusan dokumen RPTKA apabila tidak ada pemberian uang dari agen tenaga kerja asing.
“Sebanyak Rp 53,2 miliar diterima oleh para tersangka. Dari jumlah itu, sekitar Rp 5,4 miliar telah dikembalikan ke KPK secara sukarela,” ujar Alexander dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (6/6/2025).
Uang suap tersebut digunakan untuk keperluan pribadi, pembelian aset, serta dibagikan kepada sekitar 85 pegawai lainnya di lingkungan Kemnaker. KPK mencatat dana juga dialokasikan untuk konsumsi harian, kegiatan non-anggaran, hingga pemberian insentif kepada petugas kebersihan dan office boy.
Dalam penyidikan, KPK telah menggeledah sejumlah lokasi strategis, termasuk kantor pusat Kemnaker dan rumah para pejabat yang terlibat. Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita dokumen, kendaraan, dan barang bukti elektronik yang diduga terkait aliran dana suap.
KPK masih mendalami aliran dana dan keterlibatan pihak lain, termasuk pihak ketiga seperti agen penyalur TKA serta individu atau entitas yang rekeningnya digunakan untuk menampung uang suap. “Penyidikan tidak akan berhenti pada delapan orang ini. Kami akan terus menelusuri siapa saja yang menerima dan menikmati dana hasil pemerasan,” tegas Alexander.
Kasus ini menambah panjang daftar praktik korupsi di sektor perizinan tenaga kerja asing, yang selama ini dianggap sebagai ladang pungli. KPK mengimbau masyarakat dan pihak-pihak yang mengetahui informasi tambahan untuk bersikap kooperatif dan melapor ke KPK.